Senin, 19 September 2016

Pengertian Pajak dan Jenis-jenis Pajak

A.            PENGERTIAN PAJAK
Ada beberapa Pengertian Pajak menurut Undang-Undang dan berbagai  para ahli dalam bidang perpajakan, yaitu sebagai berikut  :
1.            Pengertian Pajak menurut Pasal 1, Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat.
2.            Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Adriani.
Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut Peraturan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan kembali yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
3.            Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal secara langsung yang dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
4.            Pengertian Pajak menurut Smeets.
Pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah.
5.            Pengertian Pajak menurut Suparman Sumawidjaya.
Pajak merupakan iuran wajib masyarakat berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum yang berguna menutupi biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
6.            Pengertian Pajak menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M, Brock Horace R.
Pajak merupakan suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, yang bukan akibat pelanggaran hukum tetapi wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan secara langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan dan menjalankan tugas pemerintahan.

B.            JENIS-JENIS PAJAK
1.            Jenis pajak berdasarkan pihak yang menanggung
a.            Pajak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
 Contoh : PPh, PBB.
b.            Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain.
 Contoh : Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai dan Cukai.



  Setiap pembelian barang dikenakan Pajak
 Pertambahan Nilai (PPN)

2.            Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut
a.            Pajak Negara atau Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat.
Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
Contoh : PPh, PPN, PPn dan Bea Materai.



 PPh kepada setiap wajib pajak
b.            Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.
    Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan daerah.
Contoh : Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) PBB, Iuran kebersihan,  Retribusi terminal, Retribusi parkir, Retribusi galian pasir.


Setiap pengunjung kebun binatang dikenakan
pajak tontonan

3.            Jenis pajak berdasarkan sifatnya
a.            Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak.
Contoh : PPh.



Penghasilan dari setiap karyawan akan
dikenakan pajak penghasilan (PPh)
b.            Pajak Objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : PPN, PBB, PPn-BM.


Berlian
Setiap pembelian barang mewah dikenakan Pajak barang mewah (PPn-BM)

C.            SUBJEK dan OBJEK PAJAK
1.      Subjek Pajak
         Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
a. Subjek Pajak dari PPh (Pajak Penghasilan)
Subjek Subjek Pajak dari PPh adalah sebagai berikut :
             Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan Menggantikan yang Berhak
             Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan usaha.
             Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertepat tinggal di Indonesia atau berada berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Subjek PPh dibedakan antara Subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri;
1.            Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia.
             Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
             Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
             Warisan yang belum terbagi menggantikan yang berhak.

2.            Subjek pajak luar negeri
             Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
             Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Berikut ini adalah Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh).
1.            PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh :
a)   Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai.
b)   Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
c)   Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pension dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d)  Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
e)   Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan

2.            PPh Pasal 23
Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam Negeri atau bentuk usaha tetap. Adapun objek pajak PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang membayarkan adalah :
a)        Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
           Dividen
            Bunga
             Royalti
             Hadiah
b)        Sebesar 2% (dua pesen) dari jumlah bruto atas :
             Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan.
             Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan.

Sedangkan yang bukan termasuk objek Pajak PPh 23 adalah :
a.            Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
b.            Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
c.             Dividen yang diterima oleh orang pribadi.
d.            Bagian laba.
e.            Sisa hasil usaha kioperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
f.             Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

3.            PPh Pasal 26
Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Adapun objek pajak PPh 26 yang dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan adalah :
           Dividen
           Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
            Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
            Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
            Hadiah dan penghargaan
            Pension dan pembayaran berkala lainnya
            Premi swap san transaksi lindung nilai lainnya, dan/ atau
            Keuntungan karena pembebasan utang.

4.            PPh Pasal 4 ayat 2
Objek PPh yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah :
-Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
- Penghasilan berupa haiah undian.
-Penghasilan dari tansaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
-Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.


b.  Subyek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN-PPnBM)
1.            Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988 serta PP No. 75 Tahun 1991 yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak sebagai subjek PPN yaitu : 
a)    Pabrikan
b)   Importir
c)    Indentor
d)   Agen utama atau penyalur utama
e)    Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang Kena Pajak.
f)    Pedagang besar
g)   Eksportir
h)   Pedagang eceran beras
i)     Pemborong atau Kontraktor
j)     Pengusaha jasa bidang komunikasi
k)   Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri
l)     Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jendral pajak

2.            Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

c.         Subyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Subyek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan melunasi utang PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai hak atas bumi dan bangunan dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan. Hak-hak atas bumi dan bangunan dalam PBB adalah mengacu pada ketentuan Undang-undang Agraria yaitu : Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.
        
d.      Subyek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Subyek  pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

2.      Objek Pajak
a.    Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas yaitu “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
1)        Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.
2)        Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3)        Laba usaha.
4)        Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5)        Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6)        Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7)        Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen daari asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8)        Royalty atau imbalan atas penggunaan hak.
9)        Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10)    Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11)    Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12)    Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13)    Karena penilaian kembali aktiva
14)    Premi asuransiIuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
15)    anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16)    Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
17)    Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
18)    Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengtur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
19)    Surplus Bank Indonesia.

b.      Objek pajak PPN
Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
1)   Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha dengan syarat :
a)    Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak
b)   Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
c)    Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2)   Impor barang kena pajak
3)   Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat :
a)    Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,
b)   Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean,
c)    Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4)   Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
5)   Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6)   Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
7)   Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
8)   Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. 

c.    Objek Pajak PPn BM
Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
1)   Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2)   Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

d.   Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditananm atau dilekatkan secara tetap pada tansh atau perairan.
Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah :
1)   Bangunan tempat tinggal (rumah)
2)   Gedung kantor
3)   Hotel
4)   Pabrik
5)   Emplasemen dan lain-lain

e.       Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
1)    Pemindahan hak karena :
a)    Jual beli
b)    Tukar menukar
c)    Hibah
d)   Hibah wasiat
e)    Waris
f)     Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
g)    Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h)    Penunjukan pembeli dalam lelang
i)      Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
j)      Penggabungan usaha
k)    Peleburan usaha
l)      Pemekaran usaha
m)  Hadiah.

2)   Pemberian hak baru karena :
a)    Kelanjutan pelepasan hak
b)   Di luar pelepasan hak

f.     Objek pajak Bea Materai
Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :
1)   Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.
2)   Akta-akta notaris termasuk salinannya
3)   Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnya
4)   Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
a)    Yang menyebutkan penerimaan uang
b)   Yang menyarankan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank
c)    Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d)   Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.

5)   Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek
6)   Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar